I. Perbedaan Profesi dengan pekerjaan
Profesi merupakan bagian dari pekerjaan, namun tidak setiap pekerjaan adalah profesi. Seorang petugas staf administrasi bisa dari berbagai latar ilmu, namun tidak demikian halnya dengan akuntan, pengacara, dokter yang membutuhkan pendidikan khusus. Profesi merupakan suatu pekerjaan yang mengandalkan keterampilan dan keahlian khusus yang tidak didapatkan pada pekerjaan-pekerjaan sebelumnya.
Profesi merupakan suatu pekerjaan yang menuntut pengemban profesi tersebut untuk terus memperbaharui keterampilannya sesuai perkembangan ilmu pengetrahuan dan teknologi.
Seorang pelaku profesi harus memiliki sifat-sifat berikut:
- Menguasai ilmu secara mendalam di bidangnya
- Mampu mengkonversi ilmu menjadi keterampilan
- Menjunjung tinggi etika dan integritas profesi.
Sedangka seorang pelaku pekerjaan tidak harus memiliki sifat-sifat di atas.
Secara umum ada 3 ciri yang disetujui oleh banyak penulis sebagai ciri sebuah profesi. Adapun ciri itu ialah:
1) Sebuah profesi mensyaratkan pelatihan ekstensif sebelum memasuki sebuah profesi. Pelatihan ini dimulai sesudah seseorang memperoleh gelar sarjana. Sebagai contoh mereka yang telah lulus sarjana baru mengikuti pendidikan profesi seperti dokter, dokter gigi, psikologi, apoteker, farmasi, arsitektut untuk Indonesia. Di berbagai negara, pengacara diwajibkan menempuh ujian profesi sebelum memasuki profesi.
2) Pelatihan tersebut meliputi komponen intelektual yang signifikan. Pelatihan tukang batu, tukang cukur, pengrajin meliputi ketrampilan fisik. Pelatihan akuntan, engineer, dokter meliputi komponen intelektual dan ketrampilan. Walaupun pada pelatihan dokter atau dokter gigi mencakup ketrampilan fisik tetap saja komponen intelektual yang dominan. Komponen intelektual merupakan karakteristik profesional yang bertugas utama memberikan nasehat dan bantuan menyangkut bidang keahliannya yang rata-rata tidak diketahui atau dipahami orang awam. Jadi memberikan konsultasi bukannya memberikan barang merupakan ciri profesi.
3) Tenaga yang terlatih mampu memberikan jasa yang penting kepada masyarakat. Dengan kata lain profesi berorientasi memberikan jasa untuk kepentingan umum daripada kepentingan sendiri. Dokter, pengacara, guru, pustakawan, engineer, arsitek memberikan jasa yang penting agar masyarakat dapat berfungsi; hal tersebut tidak dapat dilakukan oleh seorang pakar permainan catur misalnya. Bertambahnya jumlah profesi dan profesional pada abad 20 terjadi karena ciri tersebut. Untuk dapat berfungsi maka masyarakat modern yang secara teknologis kompleks memerlukan aplikasi yang lebih besar akan pengetahuan khusus daripada masyarakat sederhana yang hidup pada abad-abad lampau. Produksi dan distribusi enersi memerlukan aktivitas oleh banyak engineers. Berjalannya pasar uang dan modal memerlukan tenaga akuntan, analis sekuritas, pengacara, konsultan bisnis dan keuangan. Singkatnya profesi memberikan jasa penting yang memerlukan pelatihan intelektual yang ekstensif.
Di samping ketiga syarat itu ciri profesi berikutnya. Ketiga ciri tambahan tersebut tidak berlaku bagi semua profesi. Adapun ketiga ciri tambahan tersebut ialah:
1) Adanya proses lisensi atau sertifikat. Ciri ini lazim pada banyak profesi namun tidak selalu perlu untuk status profesional. Dokter diwajibkan memiliki sertifikat praktek sebelum diizinkan berpraktek. Namun pemberian lisensi atau sertifikat tidak selalu menjadikan sebuah pekerjaan menjadi profesi. Untuk mengemudi motor atau mobil semuanya harus memiliki lisensi, dikenal dengan nama
2) Adanya organisasi. Hampir semua profesi memiliki organisasi yang mengklaim mewakili anggotanya. Ada kalanya organisasi tidak selalu terbuka bagi anggota sebuah profesi dan seringkali ada organisasi tandingan. Organisasi profesi bertujuan memajukan profesi serta meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Peningkatan kesejahteraan anggotanya akan berarti organisasi profesi terlibat dalam mengamankan kepentingan ekonomis anggotanya. Sungguhpun demikian organisasi profesi semacam itu biasanya berbeda dengan serikat kerja yang sepenuhnya mencurahkan perhatiannya pada kepentingan ekonomi anggotanya. Maka hadirin tidak akan menjumpai organisasi pekerja tekstil atau bengkel yang berdemo menuntut disain mobil yang lebih aman atau konstruksi pabrik yang terdisain dengan baik.
3) Otonomi dalam pekerjaannya. Profesi memiliki otonomi atas penyediaan jasanya. Di berbagai profesi, seseorang harus memiliki sertifikat yang sah sebelum mulai bekerja. Mencoba bekerja tanpa profesional atau menjadi profesional bagi diri sendiri dapat menyebabkan ketidakberhasilan. Bila pembaca mencoba menjadi dokter untuk diri sendiri maka hal tersebut tidak sepenuhnya akan berhasil karena tidak dapat menggunakan dan mengakses obat-obatan dan teknologi yang paling berguna. Banyak obat hanya dapat diperoleh melalui resep dokter.
Sepuluh ciri lain suatu profesi (Nana 1997) :
a. Memiliki fungsi dan signifikasi sosial
b. Memiliki keahlian/keterampilan tertentu
c. Keahlian/keterampilan diperoleh dengan menggunakan teori dan metode ilmiah
d. Didasarkan atas disiplin ilmu yang jelas
e. Diperoleh dengan pendidikan dalam masa tertentu yang cukup lama
f. Aplikasi dan sosialisasi nilai- nilai profesional
g. Memiliki kode etik
h. Kebebasan untuk memberikan judgement dalam memecahkan masalah dalam lingkup kerjanya.
i. Memiliki tanggung jawab profesional dan otonomi
j.
Kalau didalam pengamalan profesi yang diberikan ternyata ada semacam imbalan (honorarium) yang diterimakan, maka hal itu semata hanya sekedar "tanda kehormatan" (honour) demi tegaknya kehormatan profesi, yang jelas akan berbeda nilainya dengan pemberian upah yang hanya pantas diterimakan bagi para pekerja upahan saja.
II. Contoh Pelanggaran Kode Etik Suatu Profesi Yang Tidak Melanggar Kode Etik Profesi Lain
Contohnya adalah pada kasus euthanasia
Euthanasia berasal dari bahasa Yunani, yaitu eu yang berarti indah, bagus, terhormat atau gracefully and with dignity, dan thanatos yang berarti mati. Jadi secara etimologis, euthanasia dapat diartikan sebagai mati dengan baik. Jadi sebenarnya secara harafiah, euthanasia tidak bisa diartikan sebagai suatu pembunuhan atau upaya menghilangkan nyawa seseorang. Menurut Philo (50-20 SM) euthanasia berarti mati dengan tenang dan baik, sedangkan Suetonis penulis Romawi dalam bukunya yang berjudul Vita Ceasarum mengatakan bahwa euthanasia berarti “mati cepat tanpa derita’(dikutip dari 5). Sejak abad 19 terminologi euthanasia dipakai untuk penghindaran rasa sakit dan peringanan pada umumnya bagi yang sedang menghadapi kematian dengan pertolongan dokter.
Kode Etik Kedokteran Indonesia menggunakan euthanasia dalam tiga arti, yaitu:
- Berpindahnya ke alam baka dengan tenang dan aman tanpa penderitaan, buat yang beriman dengan nama Allah di bibir.
- Waktu hidup akan berakhir, diringankan penderitaan sisakit dengan memberikan obat penenang.
- Mengakhiri penderitaan dan hidup seorang sakit dengan sengaja atas permintaan pasien sendiri dan keluarganya.
Dari pengertian pengertian di atas maka euthanasia mengandung unsur unsur sebagai berikut:
- Berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu.
- Mengakhiri hidup, mempercepat kematian, atau tidak memperpanjang hidup pasien
- Pasien menderita suatu penyakit yang sulit untuk disembuhkan.
- Atas atau tanpa permintaan pasien dan atau keluarganya.
- Demi kepentingan pasien dan atau keluarganya.
Jika ditinjau dari kode etik kedokteran, melakukan euthanasia berdasarkan unsur-unsur di atas, tidak melanggar kode etik namun dari aspek hukum dan Undang undang yang tertulis dalam KUHP Pidana, hanya melihat dari dokter sebagai pelaku utama euthanasia, khususnya euthanasia aktif dan dianggap sebagai suatu pembunuhan berencana, atau dengan sengaja menghilangkan nyawa seseorang. Sehingga dalam aspek hukum, dokter selalu pada pihak yang dipersalahkan dalam tindakan euthanasia, tanpa melihat latar belakang dilakukannya euthanasia tersebut. Tidak perduli apakah tindakan tersebut atas permintaan pasien itu sendiri atau keluarganya, untuk mengurangi penderitaan pasien dalam keadaan sekarat atau rasa sakit yang sangat hebat yang belum diketahui pengobatannya. Di lain pihak hakim dapat menjatuhkan pidana mati bagi seseorang yang masih segar bugar yang tentunya masih ingin hidup, dan bukan menghendaki kematiannya seperti pasien yang sangat menderita tersebut, tanpa dijerat oleh pasal pasal dalam undang undang yang terdapat dalam KUHP Pidana.
Kesimpulan:
- Profesi merupakan bagian dari pekerjaan, tetapi tidak semua pekerjaan adalah profesi.
- Profesi merupakan suatu pekerjaan yang menuntut pengemban profesi tersebut untuk terus memperbaharui keterampilannya sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
- Pelanggaran kode etik pada suatu profesi belum tentu dikatakan melanggar kode etik profesi yang lain.
Sumber:
http://www.consal.org.sg/webupload/forums/attachments/2270.doc
http://students.ukdw.ac.id/~22981938/jurnal11.html.
http://tumoutou.net/702_04212/aris_wibudi.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar